Rangkuman Buku Seni Bersikap Bodo Amat– Kamu pasti pernah mendengar atau setidaknya melihat dari postingan Instagram temanmu sebuah buku bersampul oranye cerah dengan judul yang menggelitik, “The Subtle art of Not Giving a F*ck”. Buku yang terjemahan bahasa Indonesianya adalah Seni untuk Bersikap Bodo Amat ini terjual laris manis bak kacang goreng. Tidak hanya versi Inggris, tetapi juga versi bahasa Indonesianya. 

Apa saja sebenarnya rangkuman buku Seni untuk Bersikap Bodo Amat ini? Buku pengembangan diri ini konon sukses menarik para pembaca dengan gaya penulisan Monson yang unik. Sebelum kamu membaca buku atau mendengarkan audiobook-nya, ada beberapa poin penting dari buku ini. Simak rangkuman lengkapnya berikut ini!

Baca juga: Rangkuman & Bedah Buku Atomic Habits – Tips Mengubah Kebiasaan Sehari-Hari

Bedah Buku “The Subtle art of Not Giving a F*ck”

1. Jangan Berusaha

Rangkuman buku Seni untuk Bersikap Bodo Amat yang pertama adalah: jangan berusaha. Menurut Manson, kunci untuk mendapatkan kehidupan yang baik itu adalah tidak peduli pada banyak hal, kecuali hanya pada hal-hal yang benar dan penting. Tidak peduli bukan berarti kamu menjadi acuh tak acuh, tetapi harus merasa nyaman menjadi sosok yang berbeda dengan orang lain.

Kalau kamu ingin jadi orang yang tidak peduli dengan kesulitan, kamu harus peduli terlebih dahulu pada sesuatu yang lebih penting daripada kesulitan. Sadar atau tidak, kita sebenarnya selalu bisa memilih mana yang ingin kita pedulikan dan mana yang tidak. Jadi, jangan pernah berusaha memedulikan sesuatu yang tidak penting bagimu.

2. Kebahagiaan adalah Masalah

Kebahagiaan bukanlah hasil, melainkan sebuah proses yang berlangsung selama kita hidup. Sama halnya dengan memecahkan masalah, ini juga pekerjaan yang akan kita lakukan terus menerus. Solusi masalah yang kamu hadapi hari ini akan menjadi dasar untuk masalah besok dan seterusnya. Kebahagiaan sejati hanya bisa kamu peroleh ketika kamu menemukan masalah yang kamu nikmati, termasuk pemecahannya juga. Sayangnya, kebanyakan orang malah begini:

  • Menyangkal. Beberapa orang menyangkal kalau mereka sejak awal punya masalah. Karena mereka terus menyangkal kenyataan, mereka harus terus-menerus menipu diri dan mengalihkan perhatian mereka dari kenyataan.
  • Mentalitas korban. Korban akan selalu berusaha menyalahkan orang lain atas masalah mereka atau keadaan. Ini mungkin akan membuat mereka lebih baik sementara waktu. Namun, ini akan menciptakan kehidupan yang penuh amarah, tidak berdaya, dan putus asa.

Kita mungkin suka dengan gagasan bahwa ada beberapa kebahagiaan tertinggi yang bisa kita capai. Kita juga pasti ingin meringankan semua penderitaan yang kita miliki secara permanen. Kita pasti membayangkan hidup dengan rasa puas selamanya. Nyatanya, itu tidak mungkin bisa dicapai.

Yang menentukan kesuksesanmu bukanlah apa yang ingin kamu nikmati, melainkan rasa sakit apa yang ingin kamu tahan. Ingat, jalan menuju kebahagiaan adalah jalan yang penuh duri dan rintangan.

3. Kamu Tidak Istimewa

Seseorang yang benar-benar punya harga diri tinggi bisa melihat bagian negatif dari diri dan karakternya secara jujur. Mereka kemudian bertindak melakukan sesuatu untuk memperbaikinya.

Seseorang bisa menjadi hebat dalam suatu hal bisa hebat karena mereka memahami kalau sebenarnya mereka belum hebat. Mereka kerap merasa dirinya biasa-biasa saja dan rata-rata. Dengan pemikiran ini, mereka bisa berusaha dan menjadi lebih baik lagi.

4. Nilai Penderitaan

Kita bisa mengendalikan arti sebuah masalah dengan cara memilih bagaimana cara kita memikirkannya dan standar apa yang kita pakai untuk mengukurnya. Jika kamu ingin mengubah caramu dalam melihat masalah, kamu harus mengubah bagaimana caramu mengukur kegagalan atau keberhasilan.

Orang yang menggunakan energi mereka untuk kesenangan yang dangkal akan menjadi lebih mudah cemas, tidak stabil secara emosional, dan lebih mudah tertekan. Kesenangan adalah bentuk kepuasan hidup yang paling dangkal; hal itu paling mudah diperoleh dan paling mudah juga hilang.

Kalau seseorang sudah berhasil memenuhi kebutuhan fisik dasar mereka, korelasi antara kesuksesan dan kebahagiaan duniawi dengan cepat akan mencapai titik nol. Sementara itu, orang yang mendasarkan harga diri mereka pada kebenaran tentang segala hal akan mencegah diri mereka untuk belajar dari kesalahan yang mereka buat.

Ketika kamu menyangkal emosi negatif ini, hal tersebut bisa menyebabkan emosi itu jadi lebih dalam dan bertahan lebih lama. Kamu bisa mengalami disfungsi emosional. Padahal, sebagian besar momen yang kita alami seumur hidup adalah hal-hal yang tidak menyenangkan, tidak positif, tidak berhasil, dan tidak diketahui.

Singkatnya, inilah yang disebut sebagai “self-improvement”: memprioritaskan nilai-nilai yang lebih baik serta memilih hal-hal yang lebih baik untuk dipedulikan.

5. Manusia Selalu Memilih

Ketika kita merasa bahwa kita sedang memilih masalah, kita merasa diberdayakan oleh keadaan. Ketika kita merasa masalah yang kita hadapi di luar kehendak dan kemampuan, kita akan merasa sengsara dan jadi korban. 

Makin banyak kita memilih untuk menerima tanggung jawab dalam hidup kita, makin banyak kekuatan yang akan kita gunakan. Menerima tanggung jawab atas masalah kita adalah langkah pertama untuk menyelesaikannya.

6. Kita Selalu Keliru

Percaya atau tidak, kita sebenarnya tidak pernah berubah dari benar menjadi salah dan sebaliknya. Saat kita belajar sesuatu yang baru, kita beralih sedikit dari salah menjadi sedikit kurang salah. Kita selalu berada dalam proses mendekati kebenaran dan kesempurnaan tanpa benar-benar mencapainya.

Alih-alih berusaha untuk selalu benar sepanjang waktu, lebih baik kalau kita salah sepanjang waktu. Adanya kesalahan akan membuat perubahan dan pertumbuhan yang nyata terjadi.

7. Kegagalan adalah Awal Kesuksesan

Apa pun pencapaianmu, semua ditentukan pada kegagalan kecil yang kamu alami. Besarnya kesuksesanmu juga menggambarkan berapa kali kamu gagal. Kalau ada orang lain yang lebih baik darimu dalam sesuatu, mungkin dia sudah melalui lebih banyak kegagalan dibanding kamu. Sayangnya, kebanyakan kita hanya berhenti di titik kita takut gagal dan berpegang pada apa yang memang sudah kita kuasai.

Perubahan paling besar dalam perspektif kita kerap kali terjadi di momen terburuk kita. Hanya saat kita merasakan sakit yang hebat, kita baru bisa melihat nilai-nilai kita dan mengapa hal itu bisa mengecewakan kita. Belajarlah untuk mempertahankan rasa sakit yang sudah kamu pilih. Ketika kamu sudah memilih untuk memperkenalkan nilai baru ke dalam hidupmu, nikmati itu dan sambutlah dengan tangan terbuka.

8. Harus Bisa Berkata Tidak

Kita harus bisa menolak sesuatu. Jika tidak, maka kita tidak punya sesuatu untuk dipertahankan. Jika tidak ada yang lebih baik dan lebih diinginkan, maka hidup kita akan kosong dan tidak berarti. Hidup tanpa nilai artinya hidup tanpa tujuan.

Bagian terbaik dari memiliki kejujuran dalam hidup adalah menjadi sosok yang nyaman dan berani untuk mengatakan maupun mendengar kata tidak. Pada dasarnya, penolakan akan membuat hubungan kita lebih baik dan kehidupan emosional kita lebih sehat.

9. Pada Akhirnya Manusia akan Mati

Ketakutan akan kematian selalu mengikuti selama kita hidup. Namun, seseorang yang hidup sepenuhnya akan siap mati kapan saja. Menghadapi kenyataan kematian kita sendiri itu adalah penting karena mampu melenyapkan semua nilai-nilai yang jelek, rapuh, dan dangkal dalam hidup. 

Baca juga: Mengenal Ikigai, Filosofi Jepang untuk Menjalani Hidup dengan Lebih Bahagia

Mau dengar versi lain rangkuman buku Seni untuk Bersikap Bodo Amat? Yuk langsung mampir ke noicebook The Subtle Art of Not Giving a F*ck karya Mark Manson. Download dulu aplikasi Noice rumah konten audio Indonesia di Google Play atau App Store agar pengalaman mendengarkan podcast, radio, dan audiobook jadi lebih seru!